Kebijakan Pemerintah Harus Terkait Neraca Perdagangan
http://www.srinadifm.com/2013/08/kebijakan-pemerintah-harus-terkait.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Ekonom Citi Research, Helmi Arman, Minggu 25 Agustus 2013, menyatakan bahwa ada dua paket kebijakan pemerintah Indonesia yang bisa berdampak langsung pada neraca perdagangan.
Pertama, relaksasi kebijakan kuota ekspor hasil tambang dan mineral. Hal ini dapat membantu meningkatkan ekspor, mengingat volume ekspor bijih besi telah pulih sebagian pasca dilakukan pembatasan yang dilakukan pada pertengahan tahun 2012.
Jika ekspor bijih besi dapat meningkat, misalnya sekitar 20-30 persen, pendapatan ekspor bisa meningkat US$100 juta hingga US$150 juta per bulan.
Kedua, mengurangi impor solar hingga 10 persen. Jika 40 persen dari impor bahan bakar minyak (BBM) adalah solar, maka diperkirakan penurunan 10 persen itu akan menghemat biaya impor sekitar US$130 juta per bulan.
Kedua kebijakan ini, apabila diterapkan bisa memberikan potensi dampak 0,3-0,4 persen terhadap peningkatan Produk Domestik Burto (PDB) pada basis tahunan.
Penghematan juga diimbangi dengan impor pangan yang yang lebih tinggi, seperti daging sapi dan produk hortikultura kuotanya dihapuskan.
Selain itu, menurut Helmi, pemotongan pajak untuk industri pada karya dan berorientasi ekspor seiring dengan perbaikan tingkat upah minumum dipandang sebagai langkah yang tepat. Manfaatnya nanti akan terasa pada investasi asing yang bersifat langsung dan ekspor.
Bank Indonesia juga diharapkan membuat kebijakan yang dapat memelihara cadangan devisa dan arus investasi masuk di pasar modal. Antara lain dengan mengurangi batas pinjaman asing jangka pendek untuk memungkinkan lebih banyak investasi dalam rekening rupiah.
Paket kebijakan pemerintah, sudah ditetapkan sebelum terjadi gejolak ekonomi global seperti saat ini. Setelah rupiah terkoreksi tajam, kami kira pertumbuhan PDB dan impor akan terlepas dari kontrak kebijakan. Namun risiko yang ditanggung kemungkinan akan tetap tinggi sampai ada data yang menegaskan perubahan haluan.
Dikutip dari : Vivanews.co.id
Pertama, relaksasi kebijakan kuota ekspor hasil tambang dan mineral. Hal ini dapat membantu meningkatkan ekspor, mengingat volume ekspor bijih besi telah pulih sebagian pasca dilakukan pembatasan yang dilakukan pada pertengahan tahun 2012.
Jika ekspor bijih besi dapat meningkat, misalnya sekitar 20-30 persen, pendapatan ekspor bisa meningkat US$100 juta hingga US$150 juta per bulan.
Kedua, mengurangi impor solar hingga 10 persen. Jika 40 persen dari impor bahan bakar minyak (BBM) adalah solar, maka diperkirakan penurunan 10 persen itu akan menghemat biaya impor sekitar US$130 juta per bulan.
Kedua kebijakan ini, apabila diterapkan bisa memberikan potensi dampak 0,3-0,4 persen terhadap peningkatan Produk Domestik Burto (PDB) pada basis tahunan.
Penghematan juga diimbangi dengan impor pangan yang yang lebih tinggi, seperti daging sapi dan produk hortikultura kuotanya dihapuskan.
Selain itu, menurut Helmi, pemotongan pajak untuk industri pada karya dan berorientasi ekspor seiring dengan perbaikan tingkat upah minumum dipandang sebagai langkah yang tepat. Manfaatnya nanti akan terasa pada investasi asing yang bersifat langsung dan ekspor.
Bank Indonesia juga diharapkan membuat kebijakan yang dapat memelihara cadangan devisa dan arus investasi masuk di pasar modal. Antara lain dengan mengurangi batas pinjaman asing jangka pendek untuk memungkinkan lebih banyak investasi dalam rekening rupiah.
Paket kebijakan pemerintah, sudah ditetapkan sebelum terjadi gejolak ekonomi global seperti saat ini. Setelah rupiah terkoreksi tajam, kami kira pertumbuhan PDB dan impor akan terlepas dari kontrak kebijakan. Namun risiko yang ditanggung kemungkinan akan tetap tinggi sampai ada data yang menegaskan perubahan haluan.
Dikutip dari : Vivanews.co.id