"Quick Count" Dibutuhkan untuk Kontrol Pemilu

Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi), Hamdi Muluk, mengatakan, Pemilu Presiden 2014 menjadi pertaruhan bagi metodologi quick count yang selama ini dipakai dalam setiap pemilu. Quick count, kata Hamdi, merupakan alat untuk mengontrol kemungkinan terjadinya kecurangan dalam penghitungan manual Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Quick count bukan sekadar untuk tahu pemilu, melainkan juga sebagai perbandingan dengan hasil resmi KPU. Jadi, bisa dibilang ini adalah alat untuk mengawal demokrasi," kata Hamdi, saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (10/7/2014) petang.
Hamdi menyebutkan, quick count kali pertama digunakan di Filipina tahun 1986 pada masa rezim Ferdinand Marcos. Saat itu, kata Hamdi, pemilu di Filipina yang diwarnai persaingan antara Marcos dan Cory Aquino sarat dengan berbagai kecurangan.
"Jadi, quick count jangan 'dibunuh'. Jangan hanya karena tiga sampai empat lembaga yang berbeda, lantas kita bunuh. Kalau kita bunuh, kita juga membunuh ilmu pengetahuan," kata Hamdi.
Dosen di Departemen Psikologi tersebut menjelaskan, quick count berbeda dengan survei. Alasannya, jika survei mengukur persepsi atau opini seseorang, quick count mengambil fakta rekapitulasi suara yang berasal dari formulir C-1.
"Jadi kalau metodologinya sama-sama benar, seharusnya hasil antar-lembaga quick count tidak akan terlalu jauh berbeda," ujarnya.

Source : kompas.com

Related

Pilpres 2014 645799530765476541

Post a Comment

emo-but-icon

item