Padi masih tumbuh di tengah beton gedung bertingkat
http://www.srinadifm.com/2015/10/padi-masih-tumbuh-di-tengah-beton.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Tidak dipungkiri, gedung-gedung pencakar langit dan perumahan mewah
tumbuh subur di ibu kota. Pengembang properti berlomba-lomba membangun
mimpi menghadirkan gedung tertinggi di Jakarta, yang jadi barometer pusat bisnis dan ekonomi Indonesia.
Gempuran properti terjadi di empat penjuru Jakarta. Bahkan mulai
merambah ke pinggiran ibu kota karena terbatasnya lahan di Jakarta yang
sudah penuh sesak dan dihiasi beton-beton tinggi.
Di belahan utara Jakarta, padi masih tumbuh terhimpit kokohnya
tembok-tembok gedung bertingkat dan perumahan mewah. Jumlahnya lahan
persawahan di sana terus terkikis, tergusur kepentingan bisnis. Abdul
Kodir merasakan betul terpinggirkannya kepentingan untuk penyediaan
pangan, dibandingkan kepentingan bisnis orang berduit.
Dia dan beberapa warga Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing masih
mencoba mempertahankan lahan persawahan di wilayah itu yang kini tinggal
menyisakan 430 hektar. Itu perlu dipertahankan meski Jakarta bukan
lumbung padi nasional. Minimal untuk membuktikan bahwa Jakarta masih
bisa memproduksi beras meski tidak bisa memenuhi kebutuhan warga
Jakarta.
"Produksi lahan pertanian khususnya kelurahan Rorotan menurut saya
cukup produktif. Kalau diambil per hektar itu rata rata 5 ton per hektar
dari luasan 430 hektar," ujar Abdul Khodir yang juga menjabat Ketua
Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) saat berbincang dengan merdeka.com,
Senin (19/10).
Saban pagi Abdul Khodir selalu menyempatkan diri bertani meski
terkadang hasilnya tidak sesuai harapan. Dia menceritakan, dalam setahun
masa produktif lahan persawahan di Rorotan bisa dibilang cuma dua kali.
Setelah itu, selama 2-3 bulan ke depan mereka berhenti bertani. "Kalau
diambil rata rata per 2 tahun 5 kali panen." ucapnya.
Petani di utara Jakarta harus ekstra keras sekaligus banyak bersabar
menghadapi pelbagai tantangan dalam produksi pertanian. Kemerosotan
produksi padi tidak hanya akibat gangguan hama, tapi juga 'musim' banjir
yang memaksa mereka harus pasrah mengalami gagal panen.
"2011-2013 produktif tapi 2014-2015 lagi tidak karena ada hambatan terkena hama tikus, burung dan banjir." kata dia.
Meski terpinggirkan, sampai saat ini Rorotan masih memasok beras
untuk kebutuhan warga Jakarta. Tidak semua produksi beras dari Rorotan
dipasok untuk kebutuhan warga ibu kota. Beras asal Rorotan juga dikirim
ke wilayah pinggiran Jakarta.
"Pasokan beras 70 persen itu untuk wilayah Jakarta, 30 persen itu ada
tengkulak yang dari luar Jakarta seperti Bekasi yang mengambil hasil
produksi sini. Tapi itu hanya pengolahan gabah menjadi beras, berasnya
lari lagi ke Jakarta." jelasnya.
Bisa ditebak, pembelian beras oleh tengkulak membuat kehidupan petani
Rorotan jauh dari kata makmur. Apalagi saat ini kondisi pertanian
sedang tidak mendukung mereka. Tiga musim terakhir menjadi musim suram
bagi petani Rorotan. Hasil produksinya menurun, gagal panen nampak nyata
di hadapan mereka. "60 persen gagal panen, yang bisa diambil cuman 40
persen," sambungnya.
Kemarau panjang yang menimpa Indonesia memang membuat para petani
kelimpungan. Abdul bersama kelompok tani lainnya memang telah mendapat
bantuan, hanya saja bantuan tersebut tak maksimal. "Ada sih tapi belum
maksimal. Bantuannya memberikan obat semprot, cuman untuk menanggulangi
pasokan air ini belum ada yang bergerak." pungkasnya.
Dikutip dari Merdeka