Padi masih tumbuh di tengah beton gedung bertingkat

Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Tidak dipungkiri, gedung-gedung pencakar langit dan perumahan mewah tumbuh subur di ibu kota. Pengembang properti berlomba-lomba membangun mimpi menghadirkan gedung tertinggi di Jakarta, yang jadi barometer pusat bisnis dan ekonomi Indonesia.
Gempuran properti terjadi di empat penjuru Jakarta. Bahkan mulai merambah ke pinggiran ibu kota karena terbatasnya lahan di Jakarta yang sudah penuh sesak dan dihiasi beton-beton tinggi.

Di belahan utara Jakarta, padi masih tumbuh terhimpit kokohnya tembok-tembok gedung bertingkat dan perumahan mewah. Jumlahnya lahan persawahan di sana terus terkikis, tergusur kepentingan bisnis. Abdul Kodir merasakan betul terpinggirkannya kepentingan untuk penyediaan pangan, dibandingkan kepentingan bisnis orang berduit.

Dia dan beberapa warga Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing masih mencoba mempertahankan lahan persawahan di wilayah itu yang kini tinggal menyisakan 430 hektar. Itu perlu dipertahankan meski Jakarta bukan lumbung padi nasional. Minimal untuk membuktikan bahwa Jakarta masih bisa memproduksi beras meski tidak bisa memenuhi kebutuhan warga Jakarta.

"Produksi lahan pertanian khususnya kelurahan Rorotan menurut saya cukup produktif. Kalau diambil per hektar itu rata rata 5 ton per hektar dari luasan 430 hektar," ujar Abdul Khodir yang juga menjabat Ketua Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (19/10).
Saban pagi Abdul Khodir selalu menyempatkan diri bertani meski terkadang hasilnya tidak sesuai harapan. Dia menceritakan, dalam setahun masa produktif lahan persawahan di Rorotan bisa dibilang cuma dua kali. Setelah itu, selama 2-3 bulan ke depan mereka berhenti bertani. "Kalau diambil rata rata per 2 tahun 5 kali panen." ucapnya.

Petani di utara Jakarta harus ekstra keras sekaligus banyak bersabar menghadapi pelbagai tantangan dalam produksi pertanian. Kemerosotan produksi padi tidak hanya akibat gangguan hama, tapi juga 'musim' banjir yang memaksa mereka harus pasrah mengalami gagal panen.

"2011-2013 produktif tapi 2014-2015 lagi tidak karena ada hambatan terkena hama tikus, burung dan banjir." kata dia.
Meski terpinggirkan, sampai saat ini Rorotan masih memasok beras untuk kebutuhan warga Jakarta. Tidak semua produksi beras dari Rorotan dipasok untuk kebutuhan warga ibu kota. Beras asal Rorotan juga dikirim ke wilayah pinggiran Jakarta.

"Pasokan beras 70 persen itu untuk wilayah Jakarta, 30 persen itu ada tengkulak yang dari luar Jakarta seperti Bekasi yang mengambil hasil produksi sini. Tapi itu hanya pengolahan gabah menjadi beras, berasnya lari lagi ke Jakarta." jelasnya.

Bisa ditebak, pembelian beras oleh tengkulak membuat kehidupan petani Rorotan jauh dari kata makmur. Apalagi saat ini kondisi pertanian sedang tidak mendukung mereka. Tiga musim terakhir menjadi musim suram bagi petani Rorotan. Hasil produksinya menurun, gagal panen nampak nyata di hadapan mereka. "60 persen gagal panen, yang bisa diambil cuman 40 persen," sambungnya.

Kemarau panjang yang menimpa Indonesia memang membuat para petani kelimpungan. Abdul bersama kelompok tani lainnya memang telah mendapat bantuan, hanya saja bantuan tersebut tak maksimal. "Ada sih tapi belum maksimal. Bantuannya memberikan obat semprot, cuman untuk menanggulangi pasokan air ini belum ada yang bergerak." pungkasnya.

Dikutip dari Merdeka

Related

Ekonomi 1699129373991719499

Post a Comment

emo-but-icon

item