Geopark Batur di Ujung Tanduk Padahal Batu-batuan Itu `Mampu Berbicara`

Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Kerusakan geosite di kawasan Geopark Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali makin parah dan bertambah jumlahnya.
Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengkhawatirkan, status Geopark Batur sebagai bagian dari Global Geoparks Network (GGN) yang ditetapkan oleh badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni Unesco, bakal dicabut. Sementara itu, kemarin delapan warga dari kawasan Batur yang tergabung dalam kepengurusan YTBKB menemui Ketua PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace.
Mereka meminta masukan tentang pengembangan pariwisata di Batur sekaligus mencari solusi bagi persoalan penambangan pasir yang banyak digeluti warga di sana. YTBKB atau Yayasan Taman Bumi Kaldera Batur beranggotakan 400 orang dari 15 desa di Kintamani.
YTBKB kini sedang mengupayakan antisipasi atas penutupan penambangan ilegal di kawasan konservasi Batur, terutama mengusahakan pekerjaan pengganti bagi warga setempat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari penambangan pasir atau Galian C.
“Saya dengar, Unesco akan melakukan evaluasi atau penilaian kembali status Geopark Batur sebagai bagian dari GGN pada Mei 2016 nanti. Sebelumnya sempat direncanakan evaluasi pada akhir 2015 lalu, tapi berubah. Kalau melihat indikasi-indikasi yang ada, dikhawatirkan evaluasi Unesco itu bakal mencabut status Geopark Batur dari GGN,” kata Ketut Ariantana, Ketua IAGI Bali, kepada Tribun BaliJumat (18/3/2016) .
Ariantana menyebut positif upaya YTBKB untuk segera mencarikan solusi bagi masalah penambangan pasir yang rumit di Batur, sekaligus memikirkan masa depan pariwisata di sana yang melibatkan warga setempat.
Jika persoalan penambangan pasir di kawasan Batur yang sebetulnya bukan Wilayah Pertambangan (WP) tidak segera ada jalan keluar, kata Ariantana, maka hal itu sangat mempengaruhi penilaian Unesco.
Sebelumnya, pada tahun 2015 lalu Satgas Revitalisasi Museum Kegeologian dan Pengembangan Geopark Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) menyebutkan, 4 dari 31geosite penting di Batur Geopark rusak parah akibat ulah manusia berupa kegiatan penambangan batuan dan pasir secara masif di kawasan itu. Menurut Ariantana, jumlah geosite yang rusak itu dipastikan bertambah, karena terhadap kerusakan yang sebelumnya pun tidak dilakukan perbaikan atau rehabilitasi.
Kerusakan tersebut bakal menjadi catatan buruk bagi BaturGeopark di mata Unesco. “Kami sudah meninjau ke sana beberapa kali,” ucap Ariantana. Geosite memang benda-benda mati karena sebagian besar berupa bebatuan cadas dan pasir. Namun, geosite adalah tempat yang memiliki jejak penting tentang sejarah bumi.
Batu-batuan itu, jelas Ariantana, sebenarnya `mampu berbicara`, karena bisa menjelaskan fenomena perkembangan kebumian (geologi), lingkungan alam, manusia (dan makhluk hidup lainnya) beserta budayanya di kawasan Batur sejak zaman purba hingga kini. Dengan rusaknya geosite, maka ada cerita yang terputus (missing story). Di samping untuk kepentingan ilmu pengetahuan, keberadaangeosite di dalam kawasan Batur Geopark itu juga penting untuk pengembangan model konservasi atau pelestarian alam secara berkelanjutan.
Geosite juga memiliki nilai ekonomi sebagai obyek wisata alam yang unik (geotourism).
Untuk diketahui, setelah melalui proses selama 3 tahun, pada 20 September 2012 Unesco menetapkan Geopark Batur sebagai anggota Global Geoparks Network pada 20 September 2012 di Paris, Prancis.
Dikutip dari Tribune Bali

Related

Wisata 4791925580027633676

Post a Comment

emo-but-icon

item