Neraca Perdagangan RI Diprediksi Surplus US$ 392 Juta
http://www.srinadifm.com/2016/10/neraca-perdagangan-ri-diprediksi.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Ekonom dari PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memprediksi terjadi peningkatan surplus neraca perdagangan Indonesia di September 2016 dibanding bulan sebelumnya yang tercatat surplus US$ 293,6 juta. Kenaikan surplus dipengaruhi peningkatan kinerja ekspor nasional ke sejumlah mitra dagang utama.
"Surplus neraca perdagangan September sebesar US$ 392,7 juta. Laju pertumbuhan ekspor bulanan negatif 1,95 persen (MoM) dan impor negatif 2,80 persen," ujar Josua dalam pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (17/10/2016).
Menurutnya, peningkatan surplus perdagangan di bulan kesembilan ini didorong kenaikan harga beberapa komoditas ekspor Indonesia. Harga komoditas yang mulai merangkak naik, diantaranya, minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebesar 4,0 persen secara bulanan (MoM), batubara 5,4 persen, dan harga karet alam naik 4,1 persen.
"Dari sisi volume ekspor juga cenderung meningkat karena peningkatan aktivitas manufaktur beberapa mitra dagang utama Indonesia, seperti China, Eropa, dan ASEAN," Josua menerangkan.
Ia menilai, terkereknya harga batu bara dipicu penurunan produksi batu bara dunia, seperti produksi dari China, Australia, dan Indonesia yang merupakan produsen terbesar untuk komoditas batu bara.
Peningkatan harga batu bara ini, tambah Josua, juga didorong kenaikan konsumsi batubara sejalan dengan program pembangunan proyek pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (Mw) yang menyedot sebesar 41 persen dari konsumsi batu bara dunia.
"Terjadi juga peningkatan permintaan batu bara di China karena pemerintah setempat membatasi produksi batu bara domestik sehingga mendorong kenaikan impor batu bara," jelasnya.
Sementara dari sisi impor, diakuinya, laju impor bulanan Indonesia cenderung mengalami pelemahan. Kondisi ini terjadi karena ekspor China ke Indonesia menurun di September ini, meskipun aktivitas manufaktur di dalam negeri cenderung meningkat tipis. Penurunan, lanjut Josua, terjadi pada permintaan impor terhadap mesin-mesin atau peralatan listrik dan besi baja.
"Impor Indonesia masih turun mengindikasikan ekonomi dalam negeri belum pulih. Ditunjukkan dengan inflasi inti yang masih rendah," kata Josua.
Secara tahunan, Josua meramalkan, laju pertumbuhan ekspor masih terkontraksi -1,61 persen dan impor tumbuh positif 3,76 persen
liputan6