Tarian Sakral Sejak Abad ke 17, Kini Jadi Ajang Promosi Pariwisata
http://www.srinadifm.com/2016/10/tarian-sakral-sejak-abad-ke-17-kini.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Tari Baris Jangkang Nusa Penida saat ini namanya telah melegenda tidak hanya di masyarakat Hindu Bali, namun di dunia pariwisata tarian ini telah dikenal semenjak Pulau Nusa Penida menjadi daya tarik wisata mancanegara. Tarian yang biasanya dipentaskan oleh sekelompok pria dewasa ini berasal dari Desa Pelilit, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dengan memiliki nilai kesakralan dan unsur magis.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tarian ini melambangkan tentara kuno dari daerah-daerah terpencil di Bali. Dalam gerakannya, para penari bergerak bagaikan seorang tentara yang dilengkapi dengan senjata tombak dan membentuk sebuah barisan pertahanan.
"Tari baris jangkang telah ditarikan sejak jaman kerajaan di Puri Klungkung dengan jumlah penari mencapai sembilan orang," jelas Pemangku Desa Pelilit, Mangku Sujati.
Gerak tubuh para penari juga sangat sederhana ditampilkan dalam tarian ini. Kata Mangku Sujati, Tari Baris Jangkang ini di pentaskan untuk menyembuhkan atau menghalau wabah penyakit di desa. Karena masyarakat percaya, tari ini mampu menangkis setiap wabah atau kekuatan-kekuatan jahat yang ada di desa.
"Kalau tarian ini tidak ditarikan saat ada upacara di Desa Pelilit, maka masyarakat desa akan terkena wabah penyakit," tambahnya.
Selain dipercayai sebagai penolak bala, tari baris ini memiliki fungsi untuk upacara Dewa Yadnya. Bahkan, sembilan penari yang menarikan tari Baris Jangkang merupakan simbol pemujaan terhadap Dewata Nawa Sanga atau sembilan dewa penguasa arah mata angin, seperti Dewa Wisnu yang berstana di arah utara, Dewa Sambhu di arah timur laut, Dewa Iswara di arah timur, Dewa Maheswara berstana di arah tenggara, Dewa Brahma di arah selatan, Dewa Rudra di arah barat daya, Dewa Mahadewa di arah barat, Dewa Sangkara di barat laut dan Dewa Siwa berstana di tengah.
"Selain itu, yang menjadi ciri khas tarian ini dalam lakonnya ialah seperti goak maling taluh, dan buyung masugi," ucapnya.
Sedangkan kostum yang digunakan oleh penari Tari Baris Jangkang ialah sangat sederhana yaitu terdiri dari tombak dengan hiasan benang tri datu, kamben cepuk, kain, baju dan celana panjang putih, selendang kuning, putih, serta destar batik.
Bagi masyarakat, tombak memiliki makna senjata untuk melawan kejahatan. Kamben cepuk merupakan kain khas tenunan yang berasal dari Nusa Penida yang dipercaya sebagai simbol penolak bala. Selendang kuning yang digunakan melambangkan simbol dari Dewa Mahadewa selaku penguasa arah mata angin barat, dan baju serta celana panjang putih perlambang kesucian dan juga penguasa arah mata angin timur. Kalau destar batik melambangkan kesederhanaan dan perlambang aneka warna sebagai simbol dari Dewa Siwa.
Tarian ini juga diiringi oleh musik gambelan yang sangat sederhana, yang diantaranya berupa kendang (lanang dan wadon), cengceng, tetawe, gong, kempul, dan bonang.
Berdasarkan sejarah berdirinya, Tari Baris Jangkang dikatakan telah ada abad 17 yang lalu. Sehingga untuk menjaga kelestarian tarian ini yang begitu banyak memiliki makna bagi kehidupan masyarakat Bali Hindu, membuat tarian ini wajib dipentaskan, tidak hanya untuk upacara agama, namun untuk kegiatan kepariwisataan.
"Tari baris jangkang telah ditarikan sejak jaman kerajaan di Puri Klungkung dengan jumlah penari mencapai sembilan orang," jelas Pemangku Desa Pelilit, Mangku Sujati.
Gerak tubuh para penari juga sangat sederhana ditampilkan dalam tarian ini. Kata Mangku Sujati, Tari Baris Jangkang ini di pentaskan untuk menyembuhkan atau menghalau wabah penyakit di desa. Karena masyarakat percaya, tari ini mampu menangkis setiap wabah atau kekuatan-kekuatan jahat yang ada di desa.
"Kalau tarian ini tidak ditarikan saat ada upacara di Desa Pelilit, maka masyarakat desa akan terkena wabah penyakit," tambahnya.
Selain dipercayai sebagai penolak bala, tari baris ini memiliki fungsi untuk upacara Dewa Yadnya. Bahkan, sembilan penari yang menarikan tari Baris Jangkang merupakan simbol pemujaan terhadap Dewata Nawa Sanga atau sembilan dewa penguasa arah mata angin, seperti Dewa Wisnu yang berstana di arah utara, Dewa Sambhu di arah timur laut, Dewa Iswara di arah timur, Dewa Maheswara berstana di arah tenggara, Dewa Brahma di arah selatan, Dewa Rudra di arah barat daya, Dewa Mahadewa di arah barat, Dewa Sangkara di barat laut dan Dewa Siwa berstana di tengah.
"Selain itu, yang menjadi ciri khas tarian ini dalam lakonnya ialah seperti goak maling taluh, dan buyung masugi," ucapnya.
Sedangkan kostum yang digunakan oleh penari Tari Baris Jangkang ialah sangat sederhana yaitu terdiri dari tombak dengan hiasan benang tri datu, kamben cepuk, kain, baju dan celana panjang putih, selendang kuning, putih, serta destar batik.
Bagi masyarakat, tombak memiliki makna senjata untuk melawan kejahatan. Kamben cepuk merupakan kain khas tenunan yang berasal dari Nusa Penida yang dipercaya sebagai simbol penolak bala. Selendang kuning yang digunakan melambangkan simbol dari Dewa Mahadewa selaku penguasa arah mata angin barat, dan baju serta celana panjang putih perlambang kesucian dan juga penguasa arah mata angin timur. Kalau destar batik melambangkan kesederhanaan dan perlambang aneka warna sebagai simbol dari Dewa Siwa.
Tarian ini juga diiringi oleh musik gambelan yang sangat sederhana, yang diantaranya berupa kendang (lanang dan wadon), cengceng, tetawe, gong, kempul, dan bonang.
Berdasarkan sejarah berdirinya, Tari Baris Jangkang dikatakan telah ada abad 17 yang lalu. Sehingga untuk menjaga kelestarian tarian ini yang begitu banyak memiliki makna bagi kehidupan masyarakat Bali Hindu, membuat tarian ini wajib dipentaskan, tidak hanya untuk upacara agama, namun untuk kegiatan kepariwisataan.
Dan sebagai ajang promosi pariwisata, pada Nusa Penida Festival (NPF) tahun 2016 ini, Tari Baris Jangkang dijadikan sebagai tarian wisata yang ditarikan oleh seribu orang penari. “Ini sebagai ajang promosi pariwisata, pelestarian budaya adiluhung yang sudah mulai surut dipulau ini, dengan mengajak kalangan anak muda ikut berpartisipasi menjadi penari,” kata Humas NPF, I Nyoman Widana, saat pembukaan NPF, di Pantai Banjar Nyuh, Desa Ped, Nusa Penida, Jumat (7/10/2016).
Menurutnya awalnya akan sulit mengumpulkan seribu penari untuk menarikan tarian khas ini, namun nyatanya berbeda, dalam seminggu dari perkiraan awal sebulan persiapan ternyata penari sudah siap. Dengan melakukan latihan di sekolah dan di desa masing-masing. Pada pementasan kali ini, keberhasilan bisa didapatkan karena ketelatenan dan kesungguhan para penarinya.
Citizenbali