Krama Puri Satria Kawan Gelar Lukat Gni
http://www.srinadifm.com/2017/03/krama-puri-satria-kawan-gelar-lukat-gni.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Tradisi turun temurun ini dilaksanakan setiap tahun pada Rahina Tilem Sasih Kesanga atau malam Pangrupukan, Senin (27/3), sehari menjelang perayaan Nyepi Isaka 1939.
Tradisi yang diwariskan secara turun-temurun tersebut diawali dengan panglukatan pada salah satu sumber mata air Seganing di Desa Paksebali, sekitar pukul 17.00 Wita, sekitar 500 meter ke arah utara. Dilanjutkan persembahyangn bersama di Pura Satria Kawan, stana Ida Bhatara Gede Sakti berupa Barong. Selanjutnya, persiapan sarana dan prasarana upacara, di antaranya obor dari danyuh (kelapa kering). Krama bersembahyang bersama di pura atau marajan setempat guna memohon keselamatan dan kelancaran pelaksanaan lukat gni. 20 pemuda (10 pasang) yang ikut ambil bagian dalam kegiatan ini selanjutnya menuju catus pata untuk melaksanakan tradisi tersebut. Di sini, para peserta selanjutnya menghantamkan api danyuh (daun kelapa kering) yang diikat kepada masing-masing lawan.
Saat Lukat Gni berlangsung tidak nampak luka meski para peserta saling pukul dengan bara api dari danyuh tersebut. Bahkan tidak ada dendam di antara peserta. Suana pun tambah semarak dengan iringan tabuh baleganjur.
Panglingsir Puri Satria Kawan AA Mangku Gde Anom Merta menyatakan, tradisi lukat gni merupakan tradisi warisan leluhur di Puri Satria Kawan. Sebagai generasi muda, wajib meneruskan dan melestarikan tradisi yang sudah diwariskan para tetua disini. "Tradisi ini sebenarnya sudah ada sejak ratusan tahun lalu," ujarnya usai pelaksanaan Lukat Gni, Senin (27/3).
Menurutnya, Lukat Gni atau sering disebut perang api merupakan salah satu jenis panglukatan atau pembersihan buwana alit dan buwana agung. Melalui tradisi ini diharapkan mampu menetralisir pengaruh-pengaruh negatif hingga tercipta keharmonisan pada diri dan keseimbangan alam semesta. "Melalui Lukat Gni ini akan tercipta keharmonisan dan keseimbangan alam semesta," sebutnya.
Kata dia, Lukat Gni berasal dari dua kata, lukat dan gni. Lukat/malukat berarti pembersihan dari segala kotoran lahir/bathin, dan gni berarti api. Lukat gni dapat diartikan sebagai sebuah tradisi pembersihan atau penyucian buwana alit dan buwana agung dari segala kekotoran atau mala dengan sarana api dan menjaga keseimbangan alam dan manusia, sehingga terjadi keharmonisan dalam pelaksanaan catur berata panyepian.
Salah seorang peserta Lukat Gni, AA Gde Baskara Diningrat mengatakan, dirinya ikut tradisi ini untuk melestarikan warisan leluhur. Menurutnya, dengan berbekal keyakinan yang ada dalam diri, semua api yang mengenai tubuh tidak akan terasa panas. Setiap api tersebut dipercaya mampu menghilangkan segala kekotoran atau mala yang ada dalam diri. "Dengan keyakinan yang saya miliki, semakin banyak terkena api akan semakin banyak kotoran atau mala yang hilang dalam diri kita," ujar Baskara yang rutin mengikuti tradisi ini setiap tahun.
(NusaBali)