Untuk Kondangan, Kebaya 'Gantut' Tetap Laris
http://www.srinadifm.com/2017/05/untuk-kondangan-kebaya-gantut-tetap.html
Sebab, kebaya gantut masih bisa dipakai untuk ke kondangan adat, seperti menghadiri upacara pernikahan, mapandes ( potong gigi) dan lainnya.
Pengakuan beberapa gerai maupun rumah kebaya di Denpasar, tetap trendinya kebaya gantut, karena sikap bijak konsumen. “Kalau ke pura tetap memakai kebaya ‘kartini’,” ujar Kadek Swandewi, seorang pemilik gerai kebaya di kawasan Penatih, Denpasar Utara (Denut), Jumat (26/5).
Trendnya, lanjut Swandewi, kebaya ke pura umumnya dari kain (brokat dan bordiran) warna polos, yakni putih dan kuning. “Itu yang sekarang ngetrend,” ujar Swandewi .
Apalagi di pura atau tempat suci tertentu ada larangan, untuk memakai busana warna-warni. Sehingga untuk kebaya ke pura, kebanyakan memilih warna kuning dan putih. Dan tentu saja berlengan panjang atau lumrah disebut kebaya ‘Kartini’.
Sebaliknya kebaya gantut, dipilih untuk menghadiri even yang lebih propan, seperti menghadiri undangan upacara manusa yadnya. “Kalau yang ini kebayanya bisa warna-warni,” tambahnya. Karena itulah, kebaya gantut tetap memiliki pasar.
Hal senada disampaikan kalangan pemilik toko kebaya di bilangan Jalan WR Supratman. “Siapa bilang kurang laku, kebaya lengan panjang dan lengan pendek masing-masing sudah ada pasarnya,” ujar seorang pemilik toko kain, termasuk kain untuk kebaya. “Memang tidak ramai, namun tetap ada permintaan kain untuk bahan kebaya ,” tambahnya.
Dari pantauan menunjukkan, baik kebaya gantut maupun kebaya ala ‘kartini’ memang sepertinya beriringan. Beragam contoh dan model atau mofikasi, khususnya kebaya gantut tampak dipajang pemilik gerai/toko. Sekaligus juga dengan kain bawahanya, bisa berupa endek dan batik, atau juga songket.
Untuk yang terakhir, yakni kain songket dipadukan dengan kebaya relative jarang. “ Biasanya kalangan tertentu saja,” ujar Kadek Swandewi.
Sekadar diketahui, untuk bahan kebaya bisa sampai Rp 1,5 juta. Namun itu tergantung jenis kain bahannya, mulai dari brokat, bordiran sampai dengan sutra.
Pengakuan beberapa gerai maupun rumah kebaya di Denpasar, tetap trendinya kebaya gantut, karena sikap bijak konsumen. “Kalau ke pura tetap memakai kebaya ‘kartini’,” ujar Kadek Swandewi, seorang pemilik gerai kebaya di kawasan Penatih, Denpasar Utara (Denut), Jumat (26/5).
Trendnya, lanjut Swandewi, kebaya ke pura umumnya dari kain (brokat dan bordiran) warna polos, yakni putih dan kuning. “Itu yang sekarang ngetrend,” ujar Swandewi .
Apalagi di pura atau tempat suci tertentu ada larangan, untuk memakai busana warna-warni. Sehingga untuk kebaya ke pura, kebanyakan memilih warna kuning dan putih. Dan tentu saja berlengan panjang atau lumrah disebut kebaya ‘Kartini’.
Sebaliknya kebaya gantut, dipilih untuk menghadiri even yang lebih propan, seperti menghadiri undangan upacara manusa yadnya. “Kalau yang ini kebayanya bisa warna-warni,” tambahnya. Karena itulah, kebaya gantut tetap memiliki pasar.
Hal senada disampaikan kalangan pemilik toko kebaya di bilangan Jalan WR Supratman. “Siapa bilang kurang laku, kebaya lengan panjang dan lengan pendek masing-masing sudah ada pasarnya,” ujar seorang pemilik toko kain, termasuk kain untuk kebaya. “Memang tidak ramai, namun tetap ada permintaan kain untuk bahan kebaya ,” tambahnya.
Dari pantauan menunjukkan, baik kebaya gantut maupun kebaya ala ‘kartini’ memang sepertinya beriringan. Beragam contoh dan model atau mofikasi, khususnya kebaya gantut tampak dipajang pemilik gerai/toko. Sekaligus juga dengan kain bawahanya, bisa berupa endek dan batik, atau juga songket.
Untuk yang terakhir, yakni kain songket dipadukan dengan kebaya relative jarang. “ Biasanya kalangan tertentu saja,” ujar Kadek Swandewi.
Sekadar diketahui, untuk bahan kebaya bisa sampai Rp 1,5 juta. Namun itu tergantung jenis kain bahannya, mulai dari brokat, bordiran sampai dengan sutra.
(NusaBali)