Perwakilan PBB di Myanmar dianggap membiarkan pembantaian etnis Rohingya
http://www.srinadifm.com/2017/09/perwakilan-pbb-di-myanmar-dianggap.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Sikap Perserikatan Bangsa-Bangsa atas pembantaian etnis minoritas muslim Rohingya dipertanyakan. Sebab, mereka dianggap membiarkan ancaman penindasan kepada orang-orang Rohingya oleh mayoritas penduduk dan pemerintah Myanmar, dan justru menutupi pangkal masalah.
Dalam sebuah laporan PBB, mantan pimpinan perwakilan lembaga itu di Myanmar justru berusaha menutupi potensi konflik terhadap etnis Rohingya. Mereka juga mempersulit relawan hak asasi manusia hendak menuju Negara Bagian Rakhine, merupakan pusat persekusi terhadap etnis Rohingya yang melebar ke wilayah lain.
Menurut penuturan sejumlah sumber dilansir dari laman BBC, Sabtu (30/9), empat tahun sebelum meletup persekusi, kepala Tim Negara PBB (UNCT) di Myanmar, Renata Lok Dessallien, selalu melarang relawan HAM mengunjungi daerah Rohingya dengan bermacam alasan. Mereka juga mengatakan kalau perempuan asal Kanada itu selalu menolak membahas masalah Rohingya dalam diskusi publik, dan mendepak anak buahnya yang melaporkan ada gejala militer dan warga sipil Myanmar melakukan pembantaian etnis.
Seorang relawan HAM pernah mendampingi Dessallien, Caroline Vandenabeele, sudah melihat gelagat permusuhan dari warga mayoritas Buddha Myanmar terhadap etnis Rohingya. Dia merasakan hal sama ketika ditugaskan mencari fakta tentang pembantaian massal di Rwanda ada awal 1990-an.
"Saya sempat bincang-bincang dengan sejumlah orang asing di Myanmar dan orang-orang kaya setempat. Ketika membicarakan soal Rakhine dan Rohingya, salah satu warga Myanmar mengatakan, 'sebaiknya orang Rohingya dihabisi karena mereka seperti anjing'. Buat saya hal itu sangat merendahkan martabat kemanusiaan dan memperlihatkan masyarakat kebanyakan menganggap hal itu lazim," kata Caroline.
Meski demikian, Caroline mengakui memang sulit membahas soal Rohingya di Myanmar karena bakal memicu amarah warga mayoritas Buddha.
Temuan itu buru-buru dibantah oleh perwakilan PBB di Myanmar. Mereka menyangkal membiarkan gelagat buruk mengancam warga Rohingya, dan berdalih selama ini selalu mengirim bantuan kepada orang Rohingya yang mengungsi.
Hingga kini diperkirakan sudah 500 ribu warga Rohingya mengungsi ke perbatasan Bangladesh. Mereka terpaksa karena demi menghindari pembantaian dilakukan militer dan umat Buddha garis keras Myanmar. Banyak laporan soal pembantaian, pemerkosaan, hingga pembakaran kampung orang Rohingya dilakukan atas restu pemerintah Myanmar.
(Merdeka.com)