3 Warga Bali Suspect Difteri Dirawat di RSUP Sanglah, Satu Wanita Hamil
http://www.srinadifm.com/2017/12/3-warga-bali-suspect-difteri-dirawat-di.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Penyakit difteri mulai mewabah di Bali.
Sejauh ini, sudah ada tiga warga Bali suspect difteri yang dirawat di RSUP Sanglah, Denpasar, Bali.
Minggu (24/12/2017) sekitar pukul 16.00 Wita, satu pasien suspect difteri tiba di Ruang Penyakit Menular, Ruang Nusa Indah, RSUP Sanglah. Pasien dibawa menggunakan mobil ambulans RSUD Kabupaten Karangasem.
Pasien berjenis kelamin perempuan tersebut berasal dari Bebandem, Karangasem.
Berdasarkan pantauan Tribun Bali, pasien tampak menggunakan masker di mulutnya.
Ia terlihat lemah dan dalam kondisi yang cukup buruk.
Perempuan berambut panjang itu ditemani dua orang laki-laki yang kemungkinan merupakan ayah dan suaminya.
Turun dari mobil ambulans, raut cemas tergambar jelas di wajah keduanya.
Menurut keterangan sopir ambulans yang membawa pasien, Mulyono (53), pasien berinisial NKSS (30).
Dari keterangannya diperoleh informasi bahwa pasien saat ini juga dalam kondisi hamil tiga bulan.
Wanita asal Bebandem ini merupakan pasien ketiga suspect difteri dan menerima perawatan di RSUP Sanglah.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, pihak keluarga belum ada satu pun yang dapat ditemui dan dimintai keterangan.
Sementara ketika dikonfirmasi, Kasubbag Humas RSUP Sanglah, I Dewa Ketut Kresna, membenarkan memang ada tiga pasien suspect difteri yang dirawat di rumah sakit terbesar di Bali ini.
Namun, pihaknya belum bisa memberikan keterangan apapun perihal ketiga pasien suspect difteri tersebut karena hasil lab belum keluar.
"Iya, memang ada pasien suspect difteri. Saya tidak bisa memberikan keterangan apapun. Karena ini sudah menyentuh ranah Dinas Kesehatan. Lagipula, hasil lab juga belum keluar. Kalaupun keluar akan diserahkan pada Dinas Kesehatan," tuturnya ketika dikonfirmasi melalui jaringan telepon, kemarin.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya, juga mengakui memang ada pasien suspect difteri yang dirawat di RSUP Sanglah.
Sejauh ini ada tiga pasien suspect difteri.
Satu pasien sudah dinyatakan negatif terjangkit difteri.
Pasien tersebut adalah MDS (4) berjenis kelamin laki-laki dan berasal dari Ubud, Gianyar.
Satu pasien yang masih menunggu hasil lab adalah MDMP (1 tahun 7 bulan), berjenis kelamin laki-laki dan berasal dari Pemecutan, Denpasar Barat.
Serta satu pasien yang baru tiba sore kemarin (24/12/2017), NKSS (30) berjenis kelamin perempuan dan berasal dari Bebandem, Karangasem.
"Memang benar ada pasien suspect difteri. Artinya, masih kemungkinan menderita difteri ya. Ada satu pasien yang hasil lab-nya negatif. Untuk dua pasien lagi, kami masih menunggu hasil laboratorium," ujar Suarjaya kepada Tribun Bali, kemarin.
Dikatakan, satu pasien yang baru datang juga masih konfirmasi dari klinis dan lab.
"Sekali lagi ini baru suspect difteri. Karena untuk menentukan diagnosa difteri harus ada hasil lab," katanya.
Ia pun berharap tidak ada pasien yang positif terkena penyakit mematikan ini, karena dampaknya sangat besar. "Satu saja pasien dinyatakan positif hasil lab-nya, ini akan menjadi KLB (kejadian luar biasa). Makanya, kami sangat berhati-hati ketika menyampaikan kasus difteri. Efeknya akan luas," tambah Suarjaya.
Puluhan Korban Jiwa
Sebelumnya difteri sudah mewabah di sejumlah daerah di Indonesia.
Kementerian Kesehatan bahkan sudah menetapkan status KLB karena penyakit mematikan yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diptheriae ini telah memakan puluhan korban jiwa setidaknya di 20 provinsi.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan sampai dengan November 2017, ada 95 kabupaten dan kota dari 20 provinsi yang melaporkan kasus difteri.
Secara keseluruhan terdapat 622 kasus, 32 di antaranya meninggal dunia.
Sementara pada kurun waktu Oktober hingga November 2017, ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya KLB difteri, antara lain di Sumatra Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatra Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Direktur Surveilans dan Karantina Kementerian Kesehatan, Jane Soepardi, menjelaskan sejak tahun 1990-an, kasus difteri di Indonesia ini sudah hampir tidak ada, baru muncul lagi pada tahun 2009.
Pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/ MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu, apabila ditemukan satu kasus difteria klinis dinyatakan sebagai KLB.
"Satu kasus difteri, baru suspect saja, itu sudah dianggap kejadian luar biasa, atau KLB, dimana di situ pemerintah harus memastikan dilakukan tindakan-tindakan supaya tidak menyebar karena sangat infectious (menular)," ujar Jane.
Penyebab mewabahnya difteri saat ini, menurut Jane, kurang efektifnya upaya-upaya untuk memastikan penyakit ini tidak menyebar.
"Dari tadinya beberapa kabupaten di Jawa Timur pada tahun 2009, saat ini sudah 20 provinsi dengan 95 kabupaten," jelasnya.
Dituturkan Jane, sejak tahun 2015, jumlah kematian akibat difteri meningkat hingga 502 kasus.
Untuk tahun ini saja, sejak Januari hingga November tercatat lebih dari 590 kasus dengan prosentase kematian sekitar 6%.
"Ada penurunan karena setiap kali ada laporan kasus difteri, maka itu ketentuannya harus segera diperiksa ke laboratorium, apabila dalam tenggorokannya ada selaput yang tebal itu, langsung diberi antibiotik. Sementara orang-orang yang berada di sekitar juga harus diperiksa tanpa menunggu hasil laboratorium dan diberikan imunisasi tetanus difteri," kata dia.
Indonesia sudah melaksanakan program imunisasi -termasuk imunisasi difteri- sejak lebih dari lima dasawarsa.
Vaksin untuk imunisasi difteri ada tiga jenis, yaitu DPT-HB-Hib, vaksin DT, dan vaksin Td yang diberikan pada usia berbeda.
Kemenkes akan melakukan imunisasi ulang serentak untuk mengatasi difteri yang semakin meluas di Indonesia.
Imunisasi pertama akan dilakukan di tiga provinsi yang memiliki kasus difteri paling banyak, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Selain karena kasusnya paling banyak, kepadatan penduduk di tiga provinsi tersebut juga tinggi.
Sesuai rencana, imunisasi ulang serentak atau ORI ini akan dimulai pada tanggal 11 Desember 2017.
Setelah tahap pertama selesai, tahap kedua akan dilaksanakan 11 Januari 2018 dan tahap ketiga pada 11 Juli 2018. Sasaran umur pun diperluas dari usia 1 tahun sampai 19 tahun.
(TribunNews)