Memelihara PikiranOptimis dan Positif Bantu Perpanjang Umur
http://www.srinadifm.com/2017/12/memelihara-pikiranoptimis-dan-positif.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali - Tak semua orang bisa dengan mudah bersikap optimis. Namun sebuah penelitian menunjukkan bahwa bersikap optimis bisa memberikan dampak yang baik, tak hanya bagi pikiran tetapi juga kesehatan. Sebuah penelitian mengungkap bahwa orang yang bersikap positif cenderung berusia panjang.
Memiliki pikiran yang positif menurunkan risiko serangan jantung, masalah kesehatan yang serius, dan bahkan bisa menurunkan risiko kematian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah mengalami serangan jantung, pasien yang bersikap pesimis berkemungkinan mengalami kondisi kesehatan yang serius dua kali lebih tinggi dibanding dengan pasien yang optimis.
Untuk penelitian ini peneliti melakukan survei terhadap sikap mental dari 369 pasien yang mengalami serangan jantung dan angina selama 46 bulan. Peneliti menemukan kaitan antara sikap optimis yang ditunjukkan pasien dengan keadaan fisik mereka.
Penelitian ini dipimpin oleh British Heart Foundation, Profesor Andrew Steptoe. Peneliti juga menemukan bahwa sikap optimis bisa membantu pasien untuk menghentikan kebiasaan merokok. Pasien yang pesimis masih merokok selama setahun setelah keluar dari rumah sakit, sementara 85 persen perokok yang optimis telah berhenti merokok setahun setelahnya.
Pasien yang optimis juga diketahui mengonsumsi lebih banyak buah dan sayur serta menerapkan pola hidup sehat dibandingkan dengan pasien yang pesimis. Penurut Steptoe, orang yang optimis cenderung melaksanakan saran yang diberikan oleh dokter dan melakukan perubahan gaya hidup menjadi lebih sehat.
Akibatnya kebiasaan tersebut membuat kesehatan mereka membaik dan menurunkan risiko terkena serangan jantung lagi, mengalami masalah kesehatan, dan menurunkan risiko kematian. Penelitian sebelumnya telah menemukan kaitan antara sikap optimis dengan stres pada pasien jantung.
Pasien jantung yang bersikap optimis memiliki risiko terkena stres dan depresi yang lebih rendah dibanding yang pesimis. Padahal stres dan depresi pada akhirnya juga bisa mempengaruhi kemungkinan pasien untuk mengalami serangan jantung dan masalah kesehatan lainnya.
(Merdeka.com)