Sanggar Citarum Denpasar Menghibur
http://www.srinadifm.com/2018/07/sanggar-citarum-denpasar-menghibur.html
Srinadi 99,7 FM | Radio Bali Karawitan Semara Pegulingan biasanya ditabuh oleh sekaa orang dewasa. Namun hal berbeda justru ditunjukkan oleh anak-anak Sanggar Citarum Denpasar. Mereka yang merupakan anak sekolahan terlihat piawai menabuh karawitan Semara Pegulingan saat mengisi agenda Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 di Kalangan Ayodya, Taman Budaya-Art Center, Denpasar, Minggu (1/7) siang.
Pimpinan Sanggar Citarum, Putu Sudiartha mengatakan, pementasan kali ini hampir sama sebagaimana gamelan Semara Pegulingan pada umumnya. Namun, yang menjadi spesial karena seluruh materi dibawakan oleh anak-anak. “Kalau Semara Pegulingan itu biasanya kurang diminati masyarakat, sehingga mampu membawakan beragam gending Semara Pegulingan oleh anak-anak merupakan sebuah kebanggaan,” ungkapnya.
Sudiartha menambahkan, persiapan sangat dimaksimalkan. Sebab Samara Pegulingan memiliki banyak jenis nada, dan membutuhkan konsentrasi untuk mengingat dan membawakan gamelan tersebut. “Kami cukup lama latihan, karena pada gambelan Semara Pegulingan, ada banyak jenis nada yang memerlukan konsentrasi yang tinggi dalam pembawaannya. Apalagi yang membawakan adalah anak-anak,” imbuhnya.
Adapun materi yang dibawakan Sanggar Citarum Denpasar, dibuka dengan garapan Tabuh klasik Sumambang Bali. Tabuh ini berakar dari Tabuh Pegambuhan yang diadaptasi menjadi Tabuh Semara Pegulingan. Tabuh ini tergolong tabuh dua Pegambuhan yang pertama kali diubah ke dalam tabuh Semara Pegulingan oleh I Ketut Gede Asnawa pada 1985. Kemudian, penapilan dilanjutkan dengan garapan Tabuh Pategak Liar Samas yang merupakan jenis Tabuh Pategak Pelegongan. Tabuh kemudian diubah menjadi gamelan Semara Pegulingan (saih pitu maupun saih lima) dan juga ke dalam Gamelan Gong Kebyar.
Sementara dari sisi tari, Sanggar Citarum Denpasar membawakan tari Sekar Jagat, kemudian dilanjutkan dengan Tari Tembang Girang yang merupakan hasil kreasi seniman I Ketut Rena. Setelahnya, ada Tari Jauk Manis yang menggambarkan seorang raksasa gagah perkasa sedang mengembara. Sang Raksasa memperlihatkan keperkasaannya, hal ini dapat dilihat dari gerakan tariannya yang bebas diimprovisasikan oleh penarinya. Akhirnya, pementasan ditutup dengan Tari Bondres yang tiada henti mengocok perut penonton.
“Kami berharap apa yang kami tampilkan bisa maksimal, dan masyarakat terhibur. Yang tak kalah penting, kami dapat menjadi bagian pelestarian dan pengembangan seni budaya Bali, khususnya di Kota Denpasar,” tandasnya.
sumber : nusabali.com